Gegap gempita promosi 3G di Indonesia sepertinya sudah mulai surut. Promosi untuk menularkan demam video call bagi pengguna ponsel seperti kena kompres air es, tak lagi panas malah perlahan mendingin. Begitu pula dengan aplikasi lainnya, seperti video streaming atau mobile TV yang awalnya diprediksi bisa menjadi killer application yang akan me-lambungkan layanan 3G.
Sudah satu setengah tahun 3G dioperasikan secara komersial di Indonesia, tetapi belum ada tanda-tanda menemukan aplikasi ampuh, seperti halnya SMS di era 2G Ap yang salah? Padahal, generasi ke-3 teknologi GSM ini benar-benar nyaris menguras investasi operator pemegang lisensi 3G.
Untuk mendapat lisensi saja, misalnya, operator harus unjuk pundi-pundi modal dalam tender terbuka yang dilakukan pemerintah. Saat itu, Telkomsel menawar dengan harga Rp 218 miliar, XL dengan Rp 188 miliar, dan Indosat Rp 160 miliar untuk masing-masing 5 mhz frekuensi 3G. Hasilnya, setelah dibebani up-front free dan BHP frekuensi 3G, operator pemenang tender setidaknya harus mengeluarkan lebih dari Rp 500 miliar.
Setelah mengantongi lisensi, ketiga operator masih harus membenamkan investasi yang tidak kecil untuk pembangunan infrastruktur. XL, misalnya, di ta-hap awal saja sudah merogoh kocek 100 juta dollar AS. Indosat dalam dua tahun diproyeksikan menghabiskan 300 juta dollar AS. Adapun Telkomsel tak tanggung-tanggung, menganggarkan Rp 3 triliun untuk tiga tahun.
Lalu, bagaimana dengan pemilik lisensi 3G terdahulu, yang sama sekali belum memiliki in-frastruktur? Hutchinson, misal¬nya, dalam dua tahun pertama sudah habis 300 juta dollar AS. Diproyeksikan, sampai tahun 2010 akan menelan investasi sampai 1 miliar dollar AS.
Apakah investasi itu hanya un¬tuk mengejar teledensitas peng¬guna ponsel dengan menawarkan konten-konten yang tak jauh be-da dengan era 2G? Tampaknya para operator 3G sudah mulai menyadari bahwa mengembangkan 3G hanya bertumpu pada konten adalah jauh panggang dari api.
Ini karena kehebatan konten yang bakal jadi senjata pamungkas bukan di tangan operator, tetapi di content provider (CP). Padahal, saat ini CP di Indonesia belum ada yang sekaliber CP di. negeri lain, seperti Hongkong atau Thailand, yang bisa menciptakan 3G online game, seperti Wa-Wa Game Park buatan MAS Technology yang memenangi China Mobile MMOG Gold Awards 2006 untuk Best Inter¬active Award. Yang saat ini se-penuhflya ada di tangan operator adalah kekuatan jaringan dan co¬verage.
Terbatas
Pembangunan jaringan 3G yang kini sudah ada di beberapa kota besar merupakan senjata baru bagi operator 3G untuk memasuki era kpnvergensi, di mana telekomunikasi masa depan ada¬lah produk-produk berbasis in¬ternet protocol (IP). Salah satu keunggulan teknologi 3G adalah kemampuannya menyalurkan komunikasi data dengan cepat.
Ringkasnya, 3G identik dengan mobile broadband internet. Bisa dipastikan akses internet melalui jaringan 3G jauh lebih nyaman dibandingkan denaan koneksi ienis lain yang sekarang banyak digunakan oleh para pengakses internet.
Secara teori, jaringan 3G mampu menyalurkan data dengan ke¬cepatan 384 Kbps terutama un¬tuk uplink (dalam kondisi berge¬rak) sampai di 1,6 Mbps ketika diam. Jika Node B (BTS 3G) dipasangkan dengan perangkat high speed downlink packet access (HSDPA), kecepatannya bisa mencapai 7,2 Mbps. Kemampuan 3G-HSDPA untuk mengakses in¬ternet inilah yang saat ini tengah gencar dipasarkan ketiga opera¬tor 3G, T-Sel, Indosat, dan XL.
Persoalannya, saat ini Node B 3G-HSDPA baru ada di kota-kota tertentu sehingga keunggulan ak-ses internet melalui 3G dan HSD-PA tentu saja baru bisa dinikmati secara terbatas. Lain halnya de¬ngan GPRS. Dengan desain ja¬ringan GPRS Guga EDGE), 3G, dan HSDPA memungkinkan pengguna mobile internet tetap bisa akses saat bergerak, dengan kecepatan yang variatif (50 Kbps-di atas 1 Mbps).
Namun, haruslah diingat 3G-HSDPA memiUki keterbatasan dalam hal kapasitas. Satu Node B idealnya bisa dipakai sampai sekitar 10-20 orang (secara bersamaan) untuk bisa mendapatkan akses prima. Untuk bisa meningkatkan teledensitas, bisa dibayangkan berapa banyak Node B (baca: investasi) yang dibutuhkan.
Memilih 3G
Yang jelas, bisa diprediksikan akses internet melalui 3G akan menjadi pilihan masyarakat yang memiliki mobilitas tinggi, tetapi tetap ingin selalu terhubung de¬ngan jaringan internet. Survei Novatel Wireless di AS menunjukkan bahwa 48 persen eksekutif memilih datacard 3G untuk mengakses internet menggunakan laptop. Cara ini dianggap mengurangi kerepotan berkoneksi ke internet dan mempercepat waktu kerja meskipun pada saat libur.
Ada tiga alasan mengapa 3G menjadi pilihan koneksi internet. Pertama, mobilitas, di mana saja sepanjang ada jaringan 3G bisa dilakukan koneksi ke internet. Kedua, kecepatan sekelas broadband dari 358 Kbps hingga 1,6 Mbps. Ketiga, gampang diguna¬kan baik dalam prosedur berlangganan maupun proses instalasinya.
Seperti dipaparkan Christ Anderson dalam bukunya The Long Tail, di negara-negara yang penetrasi broadbandnya sudah tinggi telah terjadi metamorfosis kultural, tumbuhnya ceruk pasar dalam jumlah besar. Di lndonesia, pemanfaatan 3G untuk akses data (internet) saja baru sekitar 20 ribuan, sedangkan pengguna internet pada 2006 tercatat se¬kitar 20 jutaan atau sekitar 6 jutaan pengguna broadband (termasuk ADSL).
Menurut Chris Anderson, di masa mendatang broadband dan konten akan menjadi kunci sukses transformasi kultur teknologi komunikasi informasi.CrKI). Di Indonesia, gaungnya memang su¬dah mulai ditabuh, tetapi perjalanan untuk menjadi sebuah orkestra masih masih sangat jauh.
Sebuah penelitian di Amerika mengatakan bahwa sebuah tek¬nologi infrastruktur akan mem-berikan keuntungan secara makro bila deployment dari teknologi tersebut telah mencapai penetrasi minimal 50 persen dari total populasi.
Yang pasti, menjadikan tekno¬logi mobile broadband saja sebagai sarana transformasi kultural TKI rasanya terlalu berat. Segmen 3G tetap akan di mobility dan nomadic, itu pun di wilayah yang dianggap pasarnya ada
Untuk menjadikan 3G sebagai akses data yang bisa menjawab kebutuhan data masyarakat luas dengan biaya terjangkau, baik 3G maupun HSDPA memerlukan "teman"'Seperti WIMAX atau BWA yang biaya deploymentnya jauh lebih rendah ketimbang 3G. Dengan begitu, penyebaran akses internet nirkabel yang notabene paling cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia akan lebih cepat terlaksana.
Labels Cloud
Popular Posts
-
5300 kadangkala memang suka ngehang. Salah satu faktornya adalah adanya program atau aplikasi yang tidak sesuai dengan mesin. Atau juga kare...
-
Belum lama ini, Telkomsel sudah melakukan uji coba layanan video call untuk umum. Meskipun masih terbatas hanya untuk pelangan tertentu, nam...
-
Ada beberapa paktor penyebab kerusakan Bluetooth. Misalnya terlalu banyak aplikasi seperti game, lagu Mp3, atau file lain di hape kita, sehi...
You can replace this text by going to "Layout" and then "Page Elements" section. Edit " About "