
Bagi kebanyakan orang, sebuah ponsel dianggap sebagai perangkat komunikasi. Atau paling tidak ada juga yang menganggapnya perangkat hiburan multimedia untuk mendengarkan musik, atau yang sekarang paling populer adalah menonton televisi.
Ponsel sekarang menjadi se¬buah medium yang lukratif yang membesar sejak ditemukannya televisi menjadi sentra aktivitas orang-orang, melibatkan uang dalam jumlah yang sangat besar. Ponsel sekarang menjadi industri yang sama besarnya dengan industri lain, se¬perti energi maupun otomotif.
Yang menarik, selama ini kita hanya mengenal merek ponsel seperti Nokia, Motorola, Samsung, Sony Ericsson, dan sejenisnya. Tanpa kita sadari, semua merek-merek global itu sebagian besar dibuat di China, negara dengan penduduk masif yang mulai merangkak untuk menjadi kekuatan ekonomi yang paling dahsyat dalam sejarah dunia
Dalam industri telekomunikasi kita pun akan memasuki sebuah era baru. Kita akan kebanjiran ponsel-ponsel murah dengan me¬rek baru yang tak pernah kita dengar sebelumnya, jadi ti¬dak hanya ponsel bu¬atan China
Sepuluhan tahun lalu, tiga merek besar, Nokia, Moto¬rola, dan Ericsson, mengu¬asai 80 persen pangsa pasar ponsel di daratan China. Sisanya, diperebutkan antara Philips, Alcatel, Siemens, dan Sony. Pangsa pasar ponsel China memang jadi incaran semua pihak yang tergiur dengan kapasitas konsumen yang mencapai 1,3 miliar orang dengan daya beli yang sangat tinggi.
Kelas dunia
Ponsel buatan China sendiri baru masuk pasar pada 1998, dan berjuang keras untuk menjadi tuan di rumah sendiri. Namun, tak sampai satu dekade perusahaan-perusahaan China secara meyakinkan mulai menguasai pangsa pasar tak hanya di dalam daratan China, tetapi juga mulai merambah ke mana-mana.
Lihat saja Philips yang dikenal memiliki teknologi preservasi baterai paling baik di antara ponsel yang ada di dunia kolaps dan tidak mampu bertahan dalam persaingan global pasaran ponsel. Se¬karang merek Philips dikendalikan oleh Sangfei Consumer Communications Company, anak perusahaan China Electronic Corporation (CEC), dan menjadikan Philips sekarang bermarkas di Shenzhen, bukan lagi di negeri Belanda.
Yang menarik, CEC juga memiliki ponsel sendiri yang diberi nama Amoi dengan rancang desain yang tidak kalah menarik dibanding Philips. Bahkan, ponsel Philips buatan Shenzhen yang sekarang diedarkan di pasaran pun berubah total, tidak lagi konservatif seperti ketika dipegang oleh orang-orang Belanda.
Tanpa disadari, banyak sekali perusahaan ponsel yang bermunculan di daratan China. Sebut saja beberapa perusahaan yang berpotensi menguasai pangsa pasar RRC atau memiliki peluang men-jadi pemain global, seperti Ningbo Bird, TCL, Konka dan lainnya. Dan semua ponsel buatan RRC ini sekarang mengerjakan ponsel-ponsel untuk operator kelas dunia, seperti Vodaphone, AT&T, mengalahkan para pemain ponsel kaliber global.
Memanfaatkan peluang
Ketika sifat industri dunia berubah menuju ke jasa dan produksi modular, perusahaan-perusahaan RRC memanfaatkan kesempatan untuk membuka pintu menuju ke pasar global, memanfaatkan peluang modularisasi menghasilkan produk-produk teknologi secara plug and play.
Gejala yang terjadi di berbagai ragam industri China ini termasuk dalam industri telekomuni¬kasi yang menghasilkan perusahaan skala global seperti Huawei atau ZTE. Sejak tahun 2001, berbagai perusahaan telekomunika¬si, baik dalam pengembangan sistern jaringan maupun ponsel,: menjadi pemain global yang terus mengikis pangsa pasar yang selama ini dikuasai oleh perusahaan AS atau Eropa.
Seperti legenda, mungkin China sekarang memiliki apa yang kita sebutsebagai Dewa Ponsel yang memberikan kenikmatan telekomunikasi dalam berbagai ragam desain sebagai cerminan gaya hidup, produk terjangkau dan lebih murah dibanding sekarang tersedia, serta memiliki fitur canggih yang futuristik memompa minat konsumen untuk memilikinya.