Pages

Bila Vibrasi & Radiasi Ponsel Bersarang di Kepala

Banyak teknologi yang ditanamkan ke dalam ponsel. Mulai dari teknologi koneksi, prosesor, sistem operasi, sampai teknologi layar. Tak heran, kita jadi lebih kenal dengan yang namanya 3G, HSDPA, Bluetooth, Symbian atau touchscreen.

Belakangan muncul: ponsel dan gadget yang menggurtakan vibration shaker, dengan mengadopsi teknologi bone conduction. Klaim pembuatnya, teknologi ini mampu meningkatkan kuatitas suara, cukup dengan menempelkan ponsel ke tubuh, semisal bagian kepala. Tapi, berbahayakah?

Ponsel selalu menemani keseharian kita. Sebagian dari kita senang berlama-lama ngebanyol dengan menempelkan ponsel ke daun telinga, namun sebagian lagi ada yang lebih menyukai "senam" ibujari di atas hamparan keypad untuk mengetik rangkaian kata-kata yang kemudian dikirim sebagai pesan singkat alias SMS. Ada pula yang gemar memetototi layar ponsel untuk sekadar bermain game atau menjajal aplikasi populer.

Pernahkah Anda mendengar istilah SAR? SAR, kependekan dari specific absorption rate adalah ukuran seberapa besar radiasi elektromagnetik yang diserap oleh selaput kepala ketika menggunakan ponsel. Makin tinggi rasio yang ditunjukkan, makin banyak radiasi yang diserap tubuh.

Di Amerika, Federal Communications Commission (FCC), menentukan batas tertinggi SAR adalah 1,6 W/kg, sementara untuk kawasan Eropa batasan SAR adalah 2 W/kg.

Bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya belum ada ketentuan yang ditetapkan Ditjen Pos dan Telekomunikasi terkait standar spesifikasi ponsel menyangkut kesehatan dan keamanan masyarakat.

Fungsi yang ada saat ini lebih banyak "bermain" pada pembatasan impor, persaingan usaha, dan penggunaan merek dagang, dari ponsel yang akan dimasukkan dan diedarkan di Indonesia. Belum menyentuh hal-hal yang menyangkut public safety.

Bukan apa-apa, meskipun masih menjadi polemik, beberapa penelitian mengungkapkan bahwa radiasi ponsel cukup bisa membahayakan tubuh manusia.

Ponsel menggunakan 'gelombang radio' untuk mentransmisikan sinyal.

Gelombang radio merupakan bagian dari 'spektrum elektromagnetik'. Termasuk dalam spektrum ini diantaranya microwave, infra-red dan x-ray.

Spektrum tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan frekuensi gelombangnya. Satuannya adalah Hz, yang menunjukkan banyaknya gelombang yang muncul dalam 1 detik. Semakin tinggi frekuensi, semakin banyak gelombang dalam satu detiknya, yang berarti semakin besar kemungkinan membahayakan kesehatan.

Frekuensi yang dipancarkan ponsel berada tepat pada batas antara gelombang radio dan microwave, sehingga emisi-emisi frekuensi ponsel lebih digolongkan sebagai microwave.

Dari sebuah penelitian yang dilakukan Universitas Lund, Swedia beberapa waktu lalu, terungkap bahwa radiasi yang dipancarkan ponsel dapat mempengaruhi fungsi enzim dan protein.

Penelitian yang dilakukan terhadap seekor tikus menunjukkan terjadinya perubahan biokimia dalam darah tikus. Terjadi penurunan protein albumin yang berfungsi dalam memasok aliran darah ke otak.

Tikus-tikus ini, yang memiliki neuron dan sawar (semacam filter) darah otak serupa dengan manusia, selama 2 jam dipancarkan radiasi yang sama dengan radiasi yang dipancarkan ponsel. Setelah 50 hari, ditemukan banyak sel otak mati pada tikus yang dipancarkan radasi level menengah dan tinggi.

Teknologi Bone Conduction

Belum lagi bahaya radiasi ponsel terhadap kesehatan diamini semua pihak, kini muncul ponsel yang menggunakan getaran untuk menghantarkan suara ke telinga.

Adalah teknologi bone conduction dimana getaran-getaran suara (sound vibrations) ditransmisikan langsung melalui tengkorak kepala dan tulang rahang ke bagian dalam telinga yang disebut cochlea. Cara ini berarti tanpa melewati bagian luar dan tengah telinga (gendang telinga dan ossicle), yang memang diciptakan Tuhan sebagai bagian dari media penangkap suara.

Pernah ada sebuah riset militer berjudul "Bone Conduction Head Sensitivity Mapping: Bone Vibrator", yang memetakan penempatan vibrasi menggunakan konduksi tutang di kepala ini. Studi ini menyebutkan penempatan vibrator yang bisa berbahaya bagi kesehatan, diantaranya pada daerah temple yang terletak diantara mata dan daun telinga bagian atas.

Meski begitu, teknologi konduksi tulang di kepala dalam menghantarkan getaran suara pernah digunakan pada Samsung WEP400 Headset. Gadget ini menggunakan mikrofon konduksi tulang yang mentransmisikan suara dengan menciptakan getaran pada tulang rahang penggunanya.

Sebelumnya, teknologi bone conduction ini juga pernah dijajal pada headset Aliph Jawbone.

Lisensi dan Standar Keselamatan

Walaupun belum diketahui secara pasti dampak teknologi bone conduction, guna melindungi para pengguna ponsel dan populasi yang berdiam di sekitar BTS, pemerintah dan BRTI mesti mengadopsi standar-standar keselamatan, untuk rriembatasi level radiasi agar tidak melebihi batasan yang ditentukan.

Saat ini terdapat beberapa standar nasional dan internasional. Namun, yang paling terkemuka adalah standar dari International Commission for Non-Ionizing Radiation Protection (ICNIRP), yang telah diadopsi oleh lebih dari 80 negara. Beberapa merek ponsel ternama pun, telah merujuk ICNIRP dalam memenuhi batas ambang tingkat SAR produk ponsel mereka.

Para operator selular, di banyak negara, wajib mempublikasikan lisensi konstruksi, sertifikasi level emisi antena dan jaminan pemenuhan standar ICNIRP, serta analisa dampak lingkungan.

Pemerintah juga mesti memastikan bahwa peraturan tentang menara bersama benar-benar dijalankan, untuk menurunkan akibat yang ditimbulkan dari menjamurnya menara seluler terhadap kesehatan masyarakat.

Selain itu, Ditjen Postel, seharusnya mampu menjadi filter utama bagi masuknya ponsel dan komponen infrastruktur telekomunikasi, agar tidak membahayakan kesehatan rakyat Indonesia, kini dan di kemudian hari.

Unknown

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.